KELOMPOK BEHAVIORAL DAN TERAPI REALITAS

A. Kelompok Behavioral
1. Premis-premis Terapi Kelompok Behavioral
Teori Behavioral memiliki rentangan sejarah yang panjang dan bervariasi. John B.Watson, Ivan Pavlov merupakan pendukung respondent conditioning, yang mempercayai bahwa semua respons manusia dipelajari melalui asosiasi. B. F. Skinner (1953) dengan operant conditioning yang menekankan bahwa perilaku merupakan fungsi dari konsekuensinya. Sedangkan Albert Bandura (1969) menguraikan bahwa setiap belajar diperoleh melalui percontohan sosial (social modeling) seperti meniru pengamatan (imitation of observation).
Karena tidak ada teori yang utuh yang melandasi praktek kelompok (Rohman Natawidjaja, 1987 : 190), para behavioris menamakan kumpulannya dengan behavior therapy. Mereka menganggap diri mereka sendiri behavioris yang menekankan belajar dan modifikasi perilaku sebagai perlawanan terhadap perlakuan (treatment) yang berdasarkan gejala-gejala. Mereka menyadari bahwa banyak perilaku yang berhubungan dengan sesuatu yang lainnya.
Behaviorisme mencakup pula apa yang dinamakan radical behaviorist, seperti B.F. Skinner. Terlingkup pula cognitive behavioristik, seperti David Mechenbaum (1977) dan Aaron Beck (1976) yang percaya bahwa permainan pikiran merupakan bagian utama dalam menentukan tindakan dan pemikiran merupakan perilaku. Bagi pendekatan behavioral: perilaku, kognisi dan perasaan bermasalah terbentuk karena dipelajari, oleh karenanya dapat diubah melalui proses belajar. Perilaku yang dikatakan masalah adalah masalah itu sendiri bukan semata-mata gejala dari masalah ( Rochman Natawidjaja, 1987 :191).
Secara umum, behaviorist di dalam dan di luar adegan kelompok menekankan pada proses, pengalaman di sini-dan-kini, belajar, perubahan tindakan-tindakan yang menyimpang, dan pembatasan pada tujuan-tujuan yang spesifik, dan teknik-teknik yang ditunjang secara ilmiah (Rimm & Cunningham, 1985). Secara sederhana behaviorisme dapat didefinisikan sebagai proses belajar, yang di dalam proses tersebut konselor mengggunakan prosedur sistematis untuk membantu klien menyempurnakan suatu perubahan khusus dalam perilaku.
Dalam kelompok, secara praktis hampir semua materi konseptual dan teoritikal yang berasal dari teori behavior diintegrasikan ke dalam wilayah terapi behavior. Dalam terapi, kelompok-kelompok behavioral, baik kelompok interpersonal yang bersifat mendidik dan meliputi tujuan-tujuan khusus, biasanya terpusat pada self-improvement (perbaikan diri). Kelompok transaksional lebih heterogen dan terfokus pada keluasan, tujuan yang spesifik.

2. Praktek Behaviorisme dalam Kelompok
Kelompok behavioral dapat berfungsi dalam berbagai cara. Roses (1977, 1983), Hollander & Kazaoka (1988) mengemukakan tahapan spesifik dan prinsip-prinsip yang secara universal digunakan untuk kelompok behavioral.
Tahap 1 pembentukan kelompok (forming the group).
Pembentukan kelompok terdiri dari perincian organisasional sebelum kelompok dimulai. Rincian kegiatannya meliputi tujuan kelompok, anggotanya, dan frekuensi serta lamanya pertemuan. Hollander dan Kazaoka (1988) mempertimbangkan faktor homogen dan heterogen dari masalah yang lebih krusial.
Tahap 2 membangun atraksi dan identitas kelompok awal.
Pemimpin berperan utama dalam proses ini melalui pemanduan wawancara individu pada pra-kelompok ; dalam proses ini para anggota mampu mengeksplorasi tujuan mereka lebih mendalam. Wawancara menekankan pada keterkaitan anggota kelompok dengan masing-masing yang lain.
Tahap 3 membangun keterbukaan dan pertukaran di dalam kelompok.
Pemimpin mendorong perilaku anggota kelompok, dengan membiarkan mereka mengetahui apa yang diharapkan, melalui perkenalan sub-group dan modeling.
Tahap 4 membangun suatu kerangka-kerja behavioral untuk seluruh peserta. Merupakan permulaan tahapan kerja di dalam kelompok. Pada saat ini, pimpinan kelompok mengantarkan anggota mereka kepada kerangka rujukan behavioral, yang langsung mengontrol tingkah laku anggota kelompok. Model ini pada dasarnya menyatakan, bahwa “perilaku adalah fungsi yang dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa berkonsekuensi dan yang mendahuluinya” (Hollander & Kazaoka, 1988 :287). Oleh karena itu, semua perilaku terarahkan, meskipun beberapa perilaku tidak produktif. Anggota suatu kelompok yang mempelajari
“Model A-R-C “ (Antecedent-Response-Consequence), lebih mampu mengakses tindakan mereka dan memantaunya, khususnya menghargai tanda-tanda perilaku dan ganjaran-ganjaran akhir perilaku. Mereka dapat melaporkan perubahan yang mereka buat di dalam dan di luar kelompok secara lebih akurat. Berhubungan dengan tahapan ini, adalah penciptaaan harapan-harapan positif bagi anggota kelompok. Individu yang mengharapkan berhasil, lebih mungkin untuk mencapai tujuan-tujuan mereka.
Tahap 5 membangun dan mengimplementasikan suatu model untuk perubahan. Pada bagian ini anggota kelompok menjadi lebih spesifik atas upaya-upaya yang mereka lakukan. Mereka mengidentifikasikan dan menunjukkan perilaku mereka yang ditargetkan untuk berubah, memelihara landasan tentang bagaimana mereka selanjutnya, mengimplementasikan teknik-teknik perubahan yang penting, dan mengukur tingkat kesuksesan mereka.
Beberapa teknik yang sering digunakan meliputi penguatan (reinforcement), penghilangan (extinction), kontrak-kontrak kemungkinan (contingency contracts), pemotongan (shaping), percontohan (modeling), Pengulangan perilaku (behavioral rehearsal), pelatihan (coaching), restrukturisasi kognitif (cognitive restructuring), dan sistem teman baik (the buddy system) (Corey, 1990; Hansen, 1980)
Tahap 6 generalisasi dan transferensi perlakuan kepada lingkungan alamiah. Tahap ini merupakan tahap untuk mulai mengakhiri kelompok. Generalisasi melibatkan penampilan perilaku di lingkungan luar tempat mereka belajar yang asli, seperti di rumah atau di lingkungan kerja. Apabila perilaku generalisasi dan pemindahan kepada adegan yang lain tidak terjadi perubahan; maka pimpinan kelompok harus terampil untuk melakukan suatu kegiatan yang lain dengan menggunakan sejumlah prosedur, meliputi pemberian tugas rumah, latihan-latihan dengan orang lain yang berarti (teman sebaya atau sejawat) dalam lingkungan individu untuk menyediakan penguat perilaku mereka, dan konsultasi dengan anggota kelompok tentang fakta masalah mereka yang memungkinkan perubahan perilaku dilakukan. (Corey, 1990; Rose, 1983).
Tahap akhir 7 memelihara perubahan perilaku dan menghilangkan kebutuhan atas dukungan kelompok.
Pemeliharaan didefinisikan sebagai kehidupan yang lebih konsisten dalam melakukan suatu tindakan yang diinginkan, tanpa mengandalkan dukungan kelompok atau pemimpin. Dalam tahap ini, ditekankan penempatan self-control (pengawasan diri) dan self-management (mengelola diri sendiri) anggota kelompok.

3. Peran Pemimpin Kelompok Behavioral
Pemimpin kelompok behavioral memiliki sejumlah tanggung jawab kepemimpinan. Corey (1990) mengemukakan daftar fungsi pokok pemimpin sebagai berikut: (1) penyaringan anggota kelompok; (2) mengajar mereka tentang proses kelompok; (3) menilai kemajuan mereka dalam kelompok; (4) menentukan kefektifan teknik-teknik kerja dalam kelompok; dan (5) memperkuat anggota mencapai tujuan khusus.
Secara keseluruhan pemimpin kelompok behavioral adalah seorang pengamat-peranserta (Hansen, 1980; Rose, 1983). Pemimpin lebih banyak aktif dan langsung pada awal kelompok, tetapi lebih mendelegasikan tanggung jawab kepada anggota kelompok pada sesi selanjutnya (Axelrod, 1977). Pemimpin menggunakan banyak teknik dan instrumen yang memungkinkan, termasuk video. Jika pemimpin berpenampilan secara adekuat, maka anggota kelompok akan membantu memperkuat yang lain secara adekuat.

4. Hasil yang diinginkan dari Kelompok Behavioral
a. Lebih menyadari perilaku-perilaku spesifik dan kebutuhan lain untuk berubah dan bagaimana menyelesaikannya.
b. Partisipan akan mampu menilai bagaimana sebaiknya mereka mengubah perilakunya, sebagaimana dibutuhkan dalam lingkungan kehidupan keseharian mereka.
c. Anggota akan lebih mengetahui model-model baru untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Berhubungan dengan fokus hasil kedua. Kelompok behavioral berkisar di sekitar belajar, pelajaran pokok yang dipelajari dalam adegan ini adalah berbagai cara untuk memodifikasi perilaku.
Perubahan yang besar dan pengaruh yang kuat dalam kelompok bergantung pada bagaimana kelompok berfungsi dengan baik dan dedikasi anggota-anggota kelompok.

5. Evaluasi Kelompok Behavioral
a. Keuntungan
1) Membantu anggotanya mempelajari cara-cara baru yang fungsional. Kelompok berhavioral menginstruksikan kepada anggotanya cara memperbaiki keterampilan personal dan interpersonal supaya masalah berkurang.
2) Hasil penelitian yang mengesankan (Rose, 1983). Dalam hal ini, ada sejumlah peneliti yang meneliti kelompok berdasarkan pandangan behavioral. Sejumlah tulisan tentang pendekatan perlakuan behavior terus menerus diterbitkan setiap bulan.
3) Relatif terfokus dan lebih singkat (Hollander & Kazaoka, 1988). Psikoterapi behavioral dan konseling kelompok behavioral jarang mengadakan lebih dari satu kali seminggu di atas 8 – 12 bulan dan 90 – 120 menit setiap sesi. Periode waktu relatif lebih singkat, terutama bila dibandingkan dengan kelompok psikoanalisis. Anggota memiliki tujuan spesifik untuk bekerja yang terukur (measurable).
4) Keterampilan yang beraneka ragam (versality). Dapat digunakan untuk mengajar keterampilan khusus, seperti ketegasan (assertion), dapat bekerja pada beberapa wilayah masalah, seperti phobia, dan menunjukkan isu-isu holistik.
5) Penekanannya pada memajukan kontrol-diri di antara anggota pada akhir kelompok (Corey, 1990). Dalam beberapa cara, kelompok behavioral seperti sebuah incubator yang membantu perkembangan khusus partisipan dan memelihara perkembangan setelah pengalaman kelompok berakhir.
6) Teori-teori kelompok behavioral dapat dikombinasikan dengan pendekatan yang lain.

b. Keterbatasan
Keterbatasan kelompok behavioral: (1) anggota kelompok lebih tergantung pada dukungan dan dorongan kelompok; (2) beberapa metodenya dipraktekkan secara kaku. Begitu menekankan pada teknik-teknik dan tidak memadai bagi individu-individu; (3) kecenderungan mengabaikan masa lalu dan ketidaksadaran. Sejarah awal banyak mempengaruhi masyarakat, sementara itu kelompok behavioral tidak mempertimbangkannya; (4) kurang fokus pada isu-isu besar kehidupan. Kelompok behavioral lebih konsentrasi pada kejadian nyata atau keterampilan dalam kehidupan anggota alih-alih kehidupan anggota secara keseluruhan; (5) terkonsentrasi pada perilaku yang tampak, apakah terbuka atau tertutup. Kelompok behavior tidak mengkonsentrasikan pada perasaan (feeling), tapi lebih pada dinamika dibelakangnya.; dan (6) kelompok behavioral secara teoritis tidak menyatukan kerja yang baik dengan anggota yang bermotivasi baik (Hollander & Kazaoka, 1988).

B. Terapi Realitas
Tokohnya adalah William Glasser. Awalnya, terapi realitas tidak memiliki teori yang sistematis, hanya ide empiris tentang individu yang bertanggung jawab terhadap apa yang mereka lakukan (Glasser, 1984).

1. Premis-premis Kelompok Terapi Realitas
Pendekatan ini menekankan bahwa “Semua perilaku dihasilkan dalam diri mereka sendiri untuk memenuhi satu tujuan atau lebih kebutuhan dasar” (Glasser, 1984). Tidak sama dengan teori bantuan yang lain, Glasser mengklaim bahwa perilaku bukanlah reaksi terhadap peristiwa di luar, tetapi lebih pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan internal. Empat kebutuhan dasar psikologis manusia menurut teori realitas yaitu : rasa memiliki (belonging), kekuasaan (power), kebebasan (fredoom), dan kegembiraan (fun), yang berasal dari otak manusia yang “baru”. Ada juga suatu kebutuhan dasar fisiologis untuk kelangsungan hidup (survival), yang berasal dari otak manusia “lama” (Glasser, 1985).
Glasser (1965;1984;1985) menulis perbedaan antara terapi realitas dengan sistem psikoterapeutik lainnya sebagai berikut :
a. Terapi realitas menolak konsep sakit mental. Orang memilih untuk bertindak secara psikotik atau neurotik dalam suatu usaha untuk mengontrol beberapa tingkat dunia dan memenuhi kebutuhannya.
b. Terapi realitas menekankan kehadiran sebagai tepi potongan dari kehidupan manusia dan fokusnya pada bagaimana individu secara efektif dapat mengontrol dan memilih perilaku kehidupan yang baik dalam dunia mereka.
c. Terapi realitas tidak berurusan dengan transferensi, tapi berhubungan dengan persepsi-persepsi klien.
d. Terapi realitas tidak berurusan dengan ketidak-sadaran atau mimpi-mimpi, tapi berhubungan dengan kesadaran sekarang dan suatu usaha untuk membuat kesadaran yang mantap.
e. Terapi realitas menekankan bahwa orang harus mempertimbangkan perilaku mereka yang wajar dalam cahaya nilai-nilai personal dan masyarakat.
f. Terapi realitas berusaha mengajar orang suatu cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan mereka dan bertanggung jawab terhadap diri mereka sendiri. Pada intinya, Glasser memandang semua psikotoerapis sebagai pengajaran dan semua pendidikan-psikologis sebagai psikoterapeutik.

2. Praktek Terapi Realitas dalam kelompok
Praktek terapi realitas dalam adegan kelompok berdasarkan suatu proses yang rasional. Terapi menekankan pada perilaku yang tampak, di sini dan sekarang (Hansen, 1990). Ada beberapa variasi dalam penerapan konsep terapi realitas, tetapi delapan tahap dasar terapi realitas umumnya digunakan baik dalam konteks kelompok maupun individual (Glasser, 1984; Glasser & Zunin, 1973).
a. Berteman/Membangun suatu hubungan yang bermakna. Dalam langkah pertama, usaha terapis realitas adalah membangun hubungan baik (rapport) dengan setiap anggota kelompok. Orang biasanya terlibat dalam kelompok karena butuh berhubungan dengan orang lain.
b. Menegaskan perilaku sekarang/ Bertanya, apa yang dilakukan sekarang. Langkah ini terfokus pada proses pilihan. Terapi realitas menekankan pentingnya penggunaan berfikir dan bertindak, daripada perasaan atau fisiologi untuk membawa perubahan.
c. Menegaskan apakah tindakan-tindakan klien mencapai apa yang mereka inginkan. Langkah ini menekankan tentang pertimbangan anggota kelompok atas perilaku mereka dan mempelajari perilaku yang mereka kontrol. Satu bagian dari proses ini memfokuskan pada nilai-nilai personal, sedangkan bagian kedua berdasarkan aturan sistem kehidupan masyarakat.
d. Membuat suatu rencana positif untuk berbuat lebih baik. Langkah ini merupakan tahapan kritis dalam proses kelompok. Langkah ini meliputi perencanaan, menasehati, membantu, dan mendorong (Glasser,1984). Tahap ini berdasarkan pada penyelesaian tahap ketiga. Perencanaan tindakan bersifat individual. Wubbolding (1988) menyarankan rencana yang efektif memenuhi komponen berikut: berhubungan erat dengan kebutuhan anggota; sederhana dan mudah dipahami; realistik dan dapat dicapai; melibatkan tindakan-tindakan positif; independen terhadap kontribusi orang lain; dapat dipraktekkan secara teratur; dapat dilakukan dengan segera; berorientasi proses; dan terbuka untuk input yang membangun dari anggota kelompok.
e. Membuat kesepakatan untuk rencana positif selanjutnya. Tidak cukup untuk memformulasikan rencana tindakan; anggota kelompok harus mengikuti langkah selanjutnya. Rencana yang tidak memiliki kerangka komitmen yang kuat mungkin akan gagal. Dalam membuat komitmen, anggota kelompok bertanggung jawab terhadap kehidupan mereka sendiri.
f. Tiada alasan. Anggota kelompok tidak akan berhasil dalam rencana tindakan mereka bila sering memaafkan kesalahan. Penerimaan alasan yang diberikan seseorang dalam kelompok menunjukkan bahwa ide mereka lemah, tidak dapat berubah, dan akibatnya tidak mampu mengontrol kehidupan mereka (Wubbolding, 1988;1991). Malahan, individu-individu dibantu untuk memformulasikan rencana lain dan dianjurkan untuk mencoba lagi.
g. Tiada hukuman. Terapi realitas menekankan, bahwa seseorang yang tidak mengikuti rencana tindakan mereka, harus hidup dengan konsekuensi alami dari hasil yang dilakukannya. Biasanya tujuan mereka tidak dicapai sebagaimana yang diinginkan. Tipe respons ini selalu memotivasi mereka, sepanjang kelompok mendorong untuk mencoba lagi.
h. Tak pernah berhenti. Pemimpin kelompok gigih dengan anggota kelompok yang lambat untuk berubah. Mereka menyadari bahwa pemimpin layaknya teman baik yang tidak pernah berhenti berupaya membantu dengan susah-payah. Dengan kenyataan ini, mereka selalu menjadi lebih berkeinginan untuk mencoba perilaku baru, dan proses perubahan dapat dimulai.

Wubbolding (1988) menyarankan empat prosedur khusus yang diterapkan untuk kelompok terapi realitas, yaitu: (a) mahir menggunakan pertanyaan; (b) prosedur bantuan-diri; (c) menggunakan humor; dan (d) menggunakan paradoks.

3. Peranan Pemimpin Kelompok Terapi Realitas
Pemimpin kelompok terapi realitas aktif dan terlibat dengan anggota kelompok. Mereka berusaha hangat, dan mengkonfrontasikan individu yang menunjukkan ke luar realitas anggota kelompok secara langsung.
Ada empat kriteria pimpinan terapi realitas yang efektif, yaitu: (1) Mereka harus menjadi pribadi yang bertanggung jawab yang mampu untuk memenuhi kebutuhan mereka; (2) Mereka harus kuat mental dan mampu menentang kesenangan anggota kelompok untuk simpati dan berdalih atas perilaku yang tidak produktif; (3) Berkualitas untuk menerima anggota kelompok siapa pun mereka; (4) Pemimpin kelompok terapi realitas harus terlibat secara emosional dan mendukung setiap anggota kelompok.
Praktisi terapi realitas harus berusaha untuk mengangkat fungsi-fungsi yang lain. Di antara fungsi yang lebih umum, mereka tampil sebagai model personal yang berperilaku bertanggung jawab (seseorang yang beridentitas berhasil). Anggota kelompok kemungkinan berusaha menyamai pemimpin, baik diinginkan ataupun tidak. Selanjutnya, pemimpin membangun suatu struktur dan batasan sesi kelompok dan membantu anggota kelompok memahami ruang lingkup proses kelompok dan kebutuhan untuk menerapkan pelajaran dalam kelompok kepada kehidupan mereka sehari-hari.

4. Hasil yang Diharapkan dari Kelompok terapi realitas
Jika proses kelompok terapi realitas sukses, maka anggota akan menyadari beberapa keuntungan. Di antara yang lebih penting adalah perubahan pengalaman mereka dalam perpindahan pola-pola perilaku merusak diri pada masa lalu. Dalam hal ini, mereka akan menggunakan rancangan perilaku baru untuk mencapai tanggung jawab mereka, dan atau tujuan-tujuan yang berorientasi kekini-an (Glasser, 1984). Anggota kelompok terapi realitas memiliki kesadaran yang tinggi. Melalui kelompok, mereka menyadari bahwa mereka memiliki pilihan tentang apa yang mereka lakukan. Mereka bebas untuk merealisasikan peraturan bermain dalam pengambilan kontrol kehidupan mereka.

5. Evaluasi Kelompok Terapi Realitas
Keuntungan
a. Terapi realitas menekankan pada tanggung jawab. Individu bertanggung jawab untuk memutuskan apa yang mereka hargai dan inginkan untuk berubah dalam hidup mereka. Oleh karena itu, tanggung jawab ditempatkan secara tepat pada anggota kelompok.
b. Pendekatan ini menekankan pada tindakan dan berfikir, sebagai lawan dari perasaan dan fisik. Melalui penekanan bahwa anggota kelompok membuat rencana dan melakukannya, terapi realitas melepaskan kesuraman masa lalu dan membuat klien lebih mampu untuk berubah. Bagian proses tindakan/berfikir melibatkan penolakan untuk menerima alasan dan tidak menghukum (Glasser, 1984).
c. Dimensi yang berharga dari kelompok terapi realitas adalah menghargai kelangsungan hidup individu dalam masyarakat sebagaimana yang mereka inginkan. Kelompok terapi realitas memungkinkan bekerja secara produktif dengan populasi lain, yang dipandang sebagai sesuatu yang sulit dan tidak dapat diperbaiki.
d. Pendekatan ini menekankan pada batasan prosedur kerja dengan individu-individu dalam kelompok (Glasser, 1986). Terapi realitas sangat terang-terangan dalam menekankan apa yang dibutuhkan dan kapan pemimpin kelompok berbuat.
e. Penggunaan terapi realitas dalam kelompok adalah perlakuan yang kontinyu, sampai partisipan mampu memecahkan kesulitan. Sebagai suatu cara mendorong perubahan yang positif, terapi realitas merupakan pendekatan yang relatif singkat (Wubbolding, 1988). Terapi realitas sanggup realistis dan membantu anggota kelompok untuk terlibat dengan orang lain dan memperkuat perencanaan setiap orang agar lebih berhasil.

Keterbatasan
a. Menekankan pada pertukaran komunikasi, secara verbal atau tulisan (Glasser, 1984). Banyak terapis realitas menggunakan kontrak dalam kelompok mereka untuk mengklarifikasi tujuan anggota dengan tepat. Individu yang tidak dapat atau tidak mau berkomunikasi dalam cara ini tidak memperoleh manfaat dari pendekatan ini.
b. Keterbatasan metode ini adalah kesederhanaannya. Delapan tahapan metode Glasser memandu suatu kelompok yang mungkin keliru diterapkan oleh pemimpin kelompok secara “mekanis”, yang tidak memahami atau menghargai kompleksitas hakikat dan perubahan manusia.
c. Posisi ekstrem tentang beberapa isu. Menolak konsep sakit mental Sebagaimana dapat dilacak dari beberapa teori yang lebih menekankan ketidaksadaran atau masa lalu, tetapi berbeda dengan perspektif terapi realitas yang menolak menghadapi ketidaksadaran dan menyangkal pentingnya kejadian masa lalu kecuali sebagai cara untuk memahami perilaku sekarang.
d. Teori ini dalam kerja kelompok kurang efektif (Corey, 1990). Glasser membantah bahwa terapi realitas hanya teori yang lebih popular dalam pendidikan, penjara, dan program penyalahgunaan zat/obat, tetapi validitas teori ini terkadang harus dipenuhi melalui penelitian.
e. Menekankan pada konformitas dan kegunaan. Anggota kelompok diharapkan menyesuaikan realitas mereka dengan kekuatan yang lebih. Terapi realitas menekankan jauh dari perubahan lingkungan seseorang. Terapi realitas merupakan teori yang tidak hanya lebih memfokuskan pada perubahan individu dalam kelompok alih-alih menekankan perubahan lingkungan




ULASAN DAN PEMBAHASAN

A. Ulasan
Bimbingan dan konseling merupakan upaya untuk membantu siswa agar dapat memanfaatkan potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin melalui berbagai bentuk layanan baik layanan yang bersifat individual maupun layanan yang bersifat kelompok. Dalam upaya memanfaatkan potensi yang mereka miliki secara optimal, siswa senantiasa dihadapkan pada berbagai permasalahan yang berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan mereka yang berkenaan dengan masalah pribadi, sosial, pendidikan dan karir.
Kompleksitas permasalahan yang dihadapi siswa memerlukan ketepatan dan ketelitian dari guru pembimbing dalam menentukan jenis layanan yang sesuai dengan permasalahan mereka. Efektifitas dan efisiensi dalam membantu siswa merupakan pertimbangan penting dalam memilih layanan yang sesuai. Dilihat dari proses penyelenggaraannya, layanan konseling kelompok merupakan salah satu layanan yang banyak memberikan manfaat baik kepada siswa maupun kepada guru pembimbing karena selain beberapa orang siswa dapat terbantu, beberapa fungsi bimbingan juga dapat tercapai dalam layanan ini.
Bimbingan dan konseling merupakan layanan yang teratur, terarah, dan terkontrol, serta tidak diselenggarakan secara acak ataupun seadanya. Sasaran (subjek penerima layanan), tujuan, kondisi dan metodologi penyelenggaraan layanan telah digariskan dengan jelas, walaupun pada akhirnya dalam perjalanan (proses) bimbingan dan konseling terjadi perubahan dalam kondisi maupun metodologi yang digunakan, asalkan tujuan yang hendak dicapai dalam bimbingan dan konseling baik individual maupun kelompok dapat tercapai.
Bimbingan dan konseling sebagai suatu layanan – baik individual maupun kelompok - dalam membantu kliennya menggunakan berbagai pendekatan, teori dan metodologi. Setiap pendekatan, teori dan metodologi mempunyai ciri khas tersendiri. Meskipun memiliki ciri khas masing-masing namun tujuannya sama adalah untuk membantu klien agar dapat mengenal diri, menerima diri dan mewujudkan dirinya.
Tulisan mengenai dua teori “kelompok behavioral dan terapi realitas akan memperkaya khazanah kajian kita (pembaca maupun guru pembimbing/konselor) terhadap suatu teori. Akan tetapi teori akan menjadi tidak bermanfaat bagi pemakainya jika tidak dipahami secara mendalam. Tulisan ini membantu kita memahami suatu teori, kita akan menjadi paham bagaimana suatu teori digunakan dalam praktek dan bagaimana suatu teori dapat saling melengkapi satu sama lain sehingga benar-benar bermanfaat bagi penggunanya.


B. Pembahasan
Konseling kelompok memang tidak memiliki perangkat konsep dan prosedur yang khusus dalam prosesnya. Pada umumnya, perangkat konsep dan prosedur dari konseling individual digunakan dalam konseling kelompok disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi siswa/klien.
Beberapa hal yang perlu ditambahkan dalam tulisan ini adalah:
1. Kelompok behavioral
Dalam tulisan ini, penulis mengungkapkan tentang tahap-tahap kerja. Menurut pelapor, penulis tidak mengungkapkan menurut siapa tahap-tahapan tersebut, apakah menurut Rose atau Hollander & Kazaoka, karena sumber lain menuliskan tahap-tahap kelompok menurut Rose berdasarkan fungsinya terbagi ke dalam : (a) memulai kelompok, (b) assessment, (c) monitoring, dan (d) evaluasi. Sedangkan Hansen (Kumala. K & Pudjiastuti. E, 2002) membaginya dalam : (a) memulai kelompok, mirip pendekatan tradisional terdiri dari membagi individu dalam kelompok menurut kondisi dan masalahnya, mengorientasikan klien dalam kelompok, membangun kerjasama; (b) pembatasan/penentuan masalah, kejelasan masalah dari tingkah laku dan yang dibicarakan klien dalam kelompok; (c) perkembangan dan sejarah sosial, sejarah dan perkembangan fisik & pribadi klien; (d) pernyataan tujuan perilaku, tujuan perilaku khusus yang diperlukan untuk diubah; (e) strategi pengubahan perilaku, menurut Rose mencakup pemilihan prosedur yang sudah teruji untuk tujuan tersebut, bentuk intervensi treatment (dari anggota kelompok atau orang luar yang penting), bentuk kontak (mingguan, duamingguan, dan sebagainya) berguna untuk memantau dan memberi balikan; dan (f) pengalihan dan pemeliharaan perilaku yang dituju/diingini (dengan try out dan pemberian PR).
Teknik-teknik yang diungkapkan penulis sudah cukup lengkap, akan tetapi pelapor akan melengkapi teknik-teknik tersebut menurut Krumbolzt dan Thorensen (Kumala. K & Pudjiastuti. E, 2002) terdiri dari: aversive counter conditioning, contracts, cognitive restructuring, covert reinforcement, covert sensitization, differential feedback, extinction, flooding (implosion), behavioral rehearsal, homework assignment, information giving, instruction, programmed (reading) materials, shaping, dan lain-lain. Teknik-teknik tersebut dibagi dalam tiga strategi, yaitu penguat perilaku (shaping, contracts), modeling (behavioral rehearsal, cognitive restructuring, covert reinforce`ment), dan melemahkan perilaku (extinction, reinforcing incompatible, systematic desensitization). Krumbolzt ( Surya. M, 2002:30) juga mengemukakan tentang metode konseling kelompok yang terbagi menjadi : a) operant learning, b) unitative learning atau social modeling, c) cognitive learning, dan d) emotional learning.
Konseling kelompok behavioral dapat digunakan untuk mengatasi masalah-masalah perilaku seperti fobia-fobia, kecemasan, perilaku maladaptif, masalah-masalah belajar, dan sebagainya.

2. Terapi realitas
Pada tulisan ini dijelaskan ada beberapa macam atau variasi dalam pelaksanaan konsep terapi realitas. Glasser mengajukan prosedur umum, yang berlaku pada konseling individual maupun kelompok, yang terdiri atas beberapa tahap yang sekaligus merupakan prinsip-prinsip dasar konselingnya. Tahap-tahap tersebut dapat digunakan secara fleksibel dalam arti tidak setiap tahap mutlak harus dilakukan dan dapat diterapkan sesuai kebutuhan klien.
Pada umumnya ada delapan tahapan dalam terapi realitas. Dari sumber lain penulis menambahkan bahwa konseling kelompok realitas meliputi : (a) Keterlibatan dan penstrukturan kelompok; (b) Eksplorasi perilaku dari siswa/klien akhir-akhir ini yang menimbulkan masalah; (c) evaluasi perilaku klien sekarang; (d) rencana pengembangan perilaku baru dan pelaksanaannya; dan (e) evaluasi dan tindak lanjut.
Meskipun terapi realitas tidak menggunakan teknik tertentu dalam proses konseling. Penulis akan mengemukakan beberapa teknik yang lazim digunakan dalam terapi relitas menurut Corey, 1999: 282, diantaranya yaitu: a) permainan peran; b) menggunakan humor; c) mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun (konfrontatif); d) modeling; e) menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis; dan f) memberikan dukungan (supportif). Terapi realitas bersifat aktif, direktif, dan didaktik. Terapi realitas sedikit berbeda dengan pendekatan yang lain dalam proses konselingnya karena terapi realitas tidak mengikuti diagnosis dan evaluasi model medis. Terapi realitas biasanya memulai hubungan dengan siswa/klien dengan suatu kontrak, apabila kontrak selesi, terapi diakhiri.
Penulis mengemukakan bahwa terapi realitas dapat diterapkan untuk menangani masalah-masalah individu-indidu yang spesifik, seperti masalah kecemasan, maladjusment, penyalahgunaan narkotika, masalah-masalah belajar, dan sebagainya. terapi ini dapat diterapkan bagi anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Peneraannya dilaksanakan di sekolah-sekolah, lembaga-lembaga rehabilitasi, rumah sakit, dan sebagainya.








KESIMPULAN

Pemahaman terhadap suatu teori sangatlah penting, karena teori merupakan suatu landasan bagi praktisi dalam melakukan praktek. Pekerja sosial diharapkan tidak hanya menguasai satu teoari, tetapi menguasai seluruh teori yang ada secara komprehensif, sehingga teori-teori yang ada dapat digunakan secara eklektik, karena tidak ada satu teori yang sempurna. Teori yang satu melengkapi teori yang lainnya. Penggunaan sutu teori didasarkan pada permasalahan yang dihadapi siswa/klien.
Konseling kelompok merupakan suatu upaya untuk membantu individu dalam suasana kelompok, dimana teori-teori yang dipakai dalam konseling kelompok adalah juga teori-teori dari konseling individual. Tidak ada teori khusus untuk melaksanakan konseling kelompok.
Konseling kelompok, baik menggunakan pendekatan kelompok behavioral maupun terapi realitas menekankan pada upaya untuk membantu siswa/klien mengatasi masalah yang berkaitan dengan perilaku. Penerapan kedua teori sangat luas baik di sekolah maupun pada profesi pertolongan lainnya.











DAFTAR Pustaka

Brammer, L.G and Shostrom, L. E. (1982). Therapeutic Psychology: Fundamentals of Counseling and Psychotherap (fourth ed.). New Jersey: Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs.

Corey, G. (1986). Theory And Practice of Counseling And Psychotherapy (third ed.). California: Brooks/Cole Publishing Company.

Koeswara, E. (1999). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (edisi keempat), terjemahan. Bandung: Refika Aditama.

Komala, K dan Pudjiastuti, E. (2002). Konseling Kelompok dalam Setting Sekolah. Program Pasca Sarjana, Jurusan Bimbingan dan Konseling UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Natawidjaja, R. (1987). Pendekatan-Pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok I. Bandung: Diponegoro.

Prayitno dan Amti, E. (1994). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdikbud.

Surya, M. (2002). Teori-Teori Konseling. Program Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbi

1 komentar:

  1. Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
    Sistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
    Memiliki 9 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
    Link Alternatif :
    arena-domino.club
    arena-domino.vip
    100% Memuaskan ^-^

    BalasHapus